Kamis, 22 September 2011

Di Ujung Matahari


            Matahari setengah badannya mendingin tercebur di dalam lautan. Nyiur-nyiur melambai memanggil bulan untuk menerangi malam nanti. Aku berjalan pelan menyusuri pantai dibelai ombak-ombak tipis dan riak-riak buih putih. Aku mainkan pasir-pasir kelabu, aku ukir dengan sebuah nama dan namaku dan ku hanyutkan bersama sapuan air.
            Nyiur-nyiur menenang tetapi udara hangat masih bertiup, nafasku hidup bersamanya. Kemudian aku duduk sendiri menatap ujung matahari yang tinggal seujung jari tingginya.
            Gemericik air samudra bergemericik berbisik-bisik berdzikir pada Tuhan semesta alam. Menerjang tebing-tebing karang terjal yang membentengi daratan.
            Bunga kenanga ku alirkan ke tengah lautan bersama lilin-lilin sunyi, ku harap di temukan Kamajaya lewat Hyang Surya yang mengantuk dikurung kegelapan. Camar-camar putih berpulang melayang-layang di angkasa, digantikan kelelawar dan gagak-gagak yang berdecit-decit.
            Aku kembali menorehkan sebuah nama dan namaku di atas pasir kelabu diiring cakrawala yang makin mengungu dan menghitam. Berharap dapat bersatu seperti apa yang aku bayangkan.
            Saling mendekap hangat.
            Seperti aku mendekap sepi di ujung matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar