Senin, 21 November 2011

When I Look At You (OST The Last Song)


Everybody needs inspiration
Everybody needs a song
A beautiful melody when the night's so long
'Cause there is no guarantee that this life is easy

Yeah, when my world is falling apart
When there's no light to break up the dark
That's when I, I, I look at you

When the waves are flooding the shore
And I can't find my way home anymore
That's when I, I, I look at you

When I look at you, I see forgiveness, I see the truth
You love me for who I am like the stars hold the moon
Right there where they belong
And I know I'm not alone

Yeah, when my world is falling apart
When there's no light to break up the dark
That's when I, I, I look at you
When the waves are flooding the shore
And I can't find my way home anymore
That's when I, I, I look at you

You appear just like a dream to me
Just like kaleidoscope colors that prove to me
All I need, every breath that I breathe
Don't ya know, you're beautiful

Yeah, yeah

When the waves are flooding the shore
And I can't find my way home anymore
That's when I, I, I look at you
I look at you

Yeah, yeah, oh, oh
You appear just like a dream to me

Minggu, 20 November 2011

Temaram.


Tak pernah sampai aku gapai mentari yang tersenyum di balik badai.
Kemudian bulan menghardikku karena mungkin dikira aku telah berusaha selingkuh dari kenyataan yang tercipta.
Bintang datang dan pergi semau dia kemudian ia menghujatku karena dikira juga aku telah mengabaikannya sejak bulan purnama kemarin berakhir.
Kabut dingin di malam kelam juga demikian, muncul, menghilang, muncul dan menghilang lagi. Setiap kali berusaha mengucapkan berbagai sandiwara dari dalam belahan-belahan auranya yang tipis, kelabu, dingin dan mencekamku untuk merangkulnya.
Angin tak berhembus, tak bergerak, tak berjalan.
Sebagaimana aku menjemur setengah dari dahiku intuk menutupi mata dan pikiranku dari semua yang telah aku raut dan aku coretkan sebagai lukisan yang tidak pernah terwujud apapun.
Aneh bukan.
Tapi inilah kenyataan yang terjadi sesungguhnya. Aku yang memulai. Tapi aku tak mau mengakhiri. Aku yang memulai dan aku juga tak mau ada sela sedikitpun.
Malam semakin temaram setelah bulan menghardikku.
Lancang!
Tak elak juga semua mencaciku.
Baik!
Apa ada yang benar dari kalian semua?
Tidak!
Aku yang paling benar dari semua temaram yang ada.
Aku yang paling temaram dari semua terang yang ada.
Dan aku yang paling terang, jika aku mati.
Semua tertawa, sampai tikus-tikus menjijikan terbahak-bahak di dalam lubangnya yang sudah tidak perawan.
Kau siapa wahai manusia? Tanya tikus itu padaku yang masih ternganga.
Aku adalah temaram.
Temaram? Milik siapa?
Milik matahari, milik bulan, milik bintang, milik kabut, milik angin, milik air, milik malam.
Kau seperti  kami wahai temaram.
Aku? Mirip tikus seperti kau? Lancang!
Itu benar. Kau memakan segala hal yang menurutmu menarik.
Benarkah?
Benar temaram.
Aku sedih.
Bersedihlah.

Rian kertabhumi.
28 juni 20112

Kamis, 22 September 2011

Di Ujung Matahari


            Matahari setengah badannya mendingin tercebur di dalam lautan. Nyiur-nyiur melambai memanggil bulan untuk menerangi malam nanti. Aku berjalan pelan menyusuri pantai dibelai ombak-ombak tipis dan riak-riak buih putih. Aku mainkan pasir-pasir kelabu, aku ukir dengan sebuah nama dan namaku dan ku hanyutkan bersama sapuan air.
            Nyiur-nyiur menenang tetapi udara hangat masih bertiup, nafasku hidup bersamanya. Kemudian aku duduk sendiri menatap ujung matahari yang tinggal seujung jari tingginya.
            Gemericik air samudra bergemericik berbisik-bisik berdzikir pada Tuhan semesta alam. Menerjang tebing-tebing karang terjal yang membentengi daratan.
            Bunga kenanga ku alirkan ke tengah lautan bersama lilin-lilin sunyi, ku harap di temukan Kamajaya lewat Hyang Surya yang mengantuk dikurung kegelapan. Camar-camar putih berpulang melayang-layang di angkasa, digantikan kelelawar dan gagak-gagak yang berdecit-decit.
            Aku kembali menorehkan sebuah nama dan namaku di atas pasir kelabu diiring cakrawala yang makin mengungu dan menghitam. Berharap dapat bersatu seperti apa yang aku bayangkan.
            Saling mendekap hangat.
            Seperti aku mendekap sepi di ujung matahari.

Ketika Cinta Menepuk Hati Dan Ragu Memeluk Nyawa





         aku hanya memandangi sesosok raga yang bersenandung nada
       bergulir di dalam waktu yang hanya sebentar terpaut kata
tergulung bersama nafas yang terpaut kala.
       Aku memuja setiap aura yang membuatku dingin semerbak cinta yang menepuk dada
       Seiring alunan senyum yang tiada hilang
Cium yang tiada lenyap
Dan gurau yang tiada rapuh.
       Tapi saat aku melihat yang tiada ingin aku mengerti,
       Ia tak sendiri, ia tak sepi sepertiku
       Ia tergelak tak menangis bagai aku
       Ia sempurna daripada aku,,,
              Muncul Tanya dari dalam samudra yang luas
              Ke dalam setiap air mata yang sempit mengalir padanya
              Terhembus embun-embun dari keringat yang mengharap
              Bayangan belaka dari neraka.



Sabtu, 30 Juli 2011

Dan aku : Bulan



Aku sendirian di tengah malam kelam
Bintang-bintang meninggalkan aku
Matahari memeluk siang hari tanpaku

Aku terdiam sunyi dihembusan angin jalanan
 Yang menggerakkan kuncup-kuncup bunga kamboja
Yang seakan tegar berumpun di atas pusara

Aku bersenandung dengan seruling meteor
Mencoreng gelap dengan ekornya sang langit
Nadanya menggaung di setiap sudut Suralaya

Dan ketika aku berada saat lingsir malam
Tahajudku mewarnai nafas alam
Bersandar pada awan-awan hitam

Esok dan lusa aku menua
Purnamaku akan berganti sudah
Dan tenggelam berkecipak dedaunan

Subuh mendekap sesaat
Aku tertidur lelap di tepian hutan.
Batu. Dimanche, 28 mars 2010
Banyu langit
Riant_lechevalierrouge@yahoo.fr

Kamis, 07 Juli 2011

Ketika Cinta Menepuk Hati Dan Ragu Memeluk Nyawa

aku hanya memandangi sesosok raga yang bersenandung nada
       bergulir di dalam waktu yang hanya sebentar terpaut kata
tergulung bersama nafas yang terpaut kala.
   Aku memuja setiap aura yang membuatku dingin semerbak cinta yang menepuk dada
       Seiring alunan senyum yang tiada hilang
Cium yang tiada lenyap
Dan gurau yang tiada rapuh.
       Tapi saat aku melihat yang tiada ingin aku mengerti,
       Ia tak sendiri, ia tak sepi sepertiku
       Ia tergelak tak menangis bagai aku
       Ia sempurna daripada aku,,,
              Muncul Tanya dari dalam samudra yang luas
              Ke dalam setiap air mata yang sempit mengalir padanya
              Terhembus embun-embun dari keringat yang mengharap
              Bayangan belaka dari neraka.
15 Aout 2010

Senin, 04 Juli 2011

Perasaan yang terpatahkan

Seringai bibir-bibir yang menggoda aku untuk menggigitnya
Tersenyum penuh indah yang tertabur mesra dengan perasaanku sendiri
Mencabut setiap dingin yang menakuti tulang-tulang beku
Menjadi hempasan pandangan menakjubkan
Tapi kini terpatahkan sudah
Karena bibir-bibir itu sudah dipunya orang
Dan sang harimau tak pernah bisa mendaki angkasa
Kecuali dia sakti
Atau mati,,,


17 aout 2010