Kamis, 30 Juni 2011

Silencieux


       Ketika mereka memasuki ruangan lain, tak dapat aku bergerak lagi. Badanku terasa ngilu, panas dan kaku. Pikiranku menerawang jauh menembus langit yang tiba-tiba kusam.
“apa yang mereka lakukan sekarang? Kenapa aku tiada dipedulikan? Apa ini puncak keanehan yang aku rasakan semenjak 4 hari terakhir??”, aku berbisik sendirian di teras rumah kost Dhani. Boyfriend nya Novan, sahabatku sejak 7 tahun terakhir.
Tetap panas dan bertambah panas lagi saat Novan marah, dhani marah karena aku dan tiada yang peduli akan keberadaanku.
“ andai dia di sini walau aku nggak tau siapa namanya,,, wajarlah baru aja kenal. Yang aku perhatikan bukan nama yang dia sebutkan barusan, tapi wajahnya yang walaupun tidak tersenyum tapi indah sekali. Mengajakku ngobrol, tertawa atau paling tidak tersenyum. Andai saja.”, aku berbisik lagi dengan amat sangat pelan.
Lama sekali aku duduk di kursi kayu teras rumah. Warnanya coklat muda. Berdebu dan agaknya kotor. Menandakan bahwa penghuninya lebih sibuk untuk belajar daripada bersih-bersih rumah kost nya. Ku harap ada yang bisa aku lakukan saat itu. Berlari dikejar anjing dan berusaha mempertahankan diri darinya. Itu akan sangat berarti bagiku daripada harus kepanasan sendirian di teras kost rumah orang.
Suara adzan ashar membahana menggema menuji Tuhan semesta alam dan bershalawat kepada Rasulullah sang nabi terakhir. Aku amat sangat sadar bahwa itulah satu-satunya jalan keluar saat itu. Aku berpamitan kepada novan yang  keluar sejenak, entah sengaja menengokku, Cuma sekedar mencari angin segar atau malah Cuma melihat motor barunya. Takut aku bawa lari mungkin.
“ panas sekali…”, pikirku. Kemudian sedikit berlari aku keluar pagar besi kost itu, mencari keberadaan masjid yang terdengar dekat saat adzan bergemuruh. Akhirnya aku temukan juga, ku menanya pada anak-anak kecil yang berlarian.
“ dik, tempat wudlunya dimana yah?”, dia mengacungkan jarinya ke arah kiri.
“ makasih yah dik.”, ia mengangguk dan berlari kembali.
Ku ulirkan kran dan mengalirlah air dari dalamnya. Kutadahkan kedua telapak tanganku. Aku berwudlu. Merasakan rahmat Allah lewat air itu.
“ segar sekali.”, aku berbisik.
Shalat ashar berjama’ah pertama kali yang aku lakukan di dalam pesantren. Ada kyai, bu kyai, anak-anak nyantren dan banyak orang lagi. Semuanya terlihat segar dan damai menyebut asma Allah. Aku iri tapi ku bohongi sendiri hatiku. Shalat yang begitu hening, sejuk dalam Baitullah. Sejenak aku bisa melupakan ketidak nyamanan selama tadi. Bahkan aku lupa bagaimana mengucap barisan-barisan kalimat mantra yang selama ini menjadi menjadi wiridku setiap ba’da sholat. Sampai berkali-kali aku mengulanginya.
Aku kembali ke kost dhani.
Auraku belum berubah tentang tempat itu, tapi aku berusaha tenang meski tetap tidak diperdulikan oleh mereka. Aku duduk di tempatku semula. Sesosok pria yang menurutku biasa saja, masuk mengendarai motornya. Dia melihatku dengan pandangan semacam pandangan kepada Noordin M. top. Aku jadi sanksi.
“ kok nggak masuk?”, tanyanya.
“ iya makasih, disini aja mas lebih adem.”, jawabku tanpa memperhatikan wajahnya tapi memperhatikan baju yang di pakainya, serba putih.
“ cari siapa? Atau mau ngekost ya?”
“ e,,, nggak aku Cuma temannya novan. Nganterin dia ke sini.”
“ novan?”
“ e,,, BF nya mas dhani…”
“ o,,, kamu temennya novan berarti temennya dhani?”
“ iya,,”
“ oh aku kirain salah sambung, masuk gih,,,.”, ajaknya.
“ okeh, makasih.”, jawabku sambil berusaha mencerna kata-katanya. Dia akhirnya masuk meninggalkan aku.
“ Duh Gusti Allah,.”, aku mengaduh di dalam hati.




Banyu kertabhumi
23 octobre 2010
Riant_lechevalierrouge@yahoo.fr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar